FAO telah memberikan
penghargaan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas kemampuan pemerintahannya dalam program pangan. Menurut Direktur Jenderal Food and
Agriculture Organization (FAO) Jose Graziano da Silva mengemukakan sejumlah
alasan Indonesia pantas mendapatkan penghargaan.
Salah satunya, Indonesia dianggap berhasil menerapkan dan mengombinasikan dua program terkait dengan pangan.
Pertama, kemampuan untuk meningkatkan produksi pangan terutama beras.
Kedua, mengembangkan dan berupaya untuk melindungi ketahanan pangan. “Dengan begitu, pangan tetap terjaga dan masyarakat terutama masyarakat miskin tidak perlu khawatir dengan kekurangan pangan,” katanya usai bertemu dengan Wakil Presiden Boediono, Senin (27/5) untuk mengundang Indonesia hadir di Konferensi FAO di Roma, Italia pada 15-20 Juni mendatang.
Penghargaan dan pernyataan Dirjen FAO sungguh amat menggelikan karena orang awam yang tinggal di negeri ini pun tahu bahwa untuk mendapatkan akses pangan yang sehat sungguh tidak mudah. Dalam kondisi perekonomian yang terpuruk, di mana daya beli masyarakat rendah, banyak orang Indonesia yang kesulitan mendapatkan makanan sehat.
Tahun lalu ada sebanyak 40 persen dari 4 juta anak di Indonesia – berarti sekitar 1,6 juta anak — mengalami stumping atau malnutrisi sejak di kandungan. Penyebabnya, minimnya pengetahuan nutrisi ibu mengandung akan nutrisi, selain juga karena masalah ekonomi masyarakat yang masih masuk dalam kategori miskin.
Mantan Menkes (alm) Endang Rahayu Sedyaningsih pada tahun lalu juga mengatakan bahwa Indonesia berada di urutan kelima sebagai negara dengan gizi buruk sedunia.
Selain karena faktor kemiskinan, sulitnya masyarakat mengakses makanan bergizi juga disebabkan melonjaknya berbagai harga kebutuhan pokok. Apalagi ketika pemerintah sudah mewacanakan kenaikan harga BBM, harga berbagai kebutuhan pokok sudah melesat naik. Maka bila harga BBM jadi naik, akan semakin memurukkan kondisi perekonomian masyarakat. Artinya, kemiskinan akan kian meruyak dan masyarakat semakin terhalangi untuk mendapatkan makanan sehat dan bergizi.
Di sisi lain, FAO mungkin tidak memperhitungkan bahwa Indonesia telah menjadi negara pengimpor terbesar berbagai kebutuhan pokok seperti beras, gula, tepung terigu, bawang putih, kedelai, daging sapi dan ayam, bahkan sampai garam sekalipun harus diimpor. Untuk beras saja pada November 2012 nilai impornya sudah mencapai 1,3 juta ton. Bila ini yang dimaksud dengan ketahanan pangan maka sungguh absurd. Karena bagaimana bisa dikatakan sebuah negara memiliki ketahanan pangan yang kuat bila ia masih menggantungkan produk asing untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya?
Hal lain yang membuat warga kesulitan mendapatkan akses pangan adalah telah terjadinya monopoli sejumlah produk pangan, dan maraknya mafia perdagangan sejumlah komoditi pangan lokal maupun impor. Saat ini impor kedelai yang 90% berasal dari AS dikuasai oleh empat perusahaan saja termasuk Cargill yang induknya di AS, impor gula dikuasai oleh 7-8 perusahaan saja, impor gandum yang tahun ini bisa mencapai 7,1 juta ton senilai USD 3,5 miliar atau setara Rp 32,8 triliun dikuasai tidak lebih oleh 4 perusahaan saja, yang terbesar Bogasari dari Grup Salim.
Mencuatnya kasus makelar daging sapi hanyalah salah satu contoh bahwa distribusi perdagangan komoditi pangan di tanah air telah dipermainkan oleh sejumlah orang bermental tengkulak.
Bila kita ditanya atas dasar apa FAO memberikan penghargaan ketahanan pangan kepada pemerintahan SBY? Jawaban yang paling mungkin adalah karena sikap RI yang selalu tunduk pada perjanjian perdagangan yang dipaksakan Barat, termasuk dalam komoditi pangan. Pemerintah selalu mengalah dalam berbagai perjanjian perdagangan. Meruyaknya berbagai komoditi impor pangan seperti garam, gula, kedelai menunjukkan pemerintah tidak mau melakukan pembelaan terhadap kepentingan rakyat khususnya para petani. Bukannya memberikan subsidi dan membuat kebijakan politik pertanian dan pangan yang strategis, juga melindungi para petani dan produsen pangan dari barang impor, pemerintah malah lebih senang membuka kran impor yang akhirnya mematikan pertanian dan produk lokal.
Sebagai contoh pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16 Tahun 2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura yang terbit 22 April kemarin. Peraturan ini merupakan revisi dari peraturan yang sama nomor 60 tahun 2012. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi, mengatakan, dalam aturan yang baru, ada 18 jenis produk hortikultura yang impornya tidak lagi dibatasi dengan kuota, di antaranya bawang putih, bawang putih bubuk, cabai bubuk, kubis, bunga krisan, bunga heliconia, bunga anggrek, dan beberapa produk hortikultura olahan.
Bandingkan dengan negara-negara Barat seperti AS atau Australia yang mati-matian membela kepentingan petani dan produsen lokal di negerinya. Mereka menggelontorkan subsidi besar-besaran dan memproteksi produk pertanian mereka dari serbuan barang impor.
Baru-baru saja AS mengadukan Indonesia ke WTO karena dianggap terlalu ketat memberlakukan syarat impor hortikultura dan daging sapi. AS memprotes penutupan Tanjung Priuk untuk impor hortikultura. AS menginginkan agar impor hortikultura dari negeri mereka dapat masuk kapan saja dan dalam jumlah berapa saja.
Karenanya penghargaan FAO itu harus dilihat sebagai penghargaan para majikan terhadap agennya. Dan itulah yang juga dilakukan berbagai negara-negara Barat terhadap para penguasa muslim yang setia menjalankan doktrin politik dan kebijakan ekonomi kapitalisme yang telah mereka rancang bagi negara-negara jajahan mereka.
Sementara para penguasa muslim ini tidak memiliki keberanian untuk membela rakyatnya sendiri dan juga agamanya. Mereka lupa, bahwa jika mereka meminta pertolongan hanya kepada Allah, niscaya Allah dan orang-orang beriman akan menolong mereka. Ironi.
وَإِن يُرِيدُوا أَن يَخْدَعُوكَ فَإِنَّ حَسْبَكَ اللَّهُهُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ
“Dan jika mereka bermaksud menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin,” (QS. al-Anfal : 62).
Sumber :
http://www.globalmuslim.web.id/2013/05/inti-penghargaan-fao-adalah-penghargaan.html (mss/a7)