Sunday, February 7, 2016

Jejak Awal Freemasonry di Jakarta

Freemasonry masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya para Kongsi Dagang Hindia Timur (VOC). Sejarawan Dr. Theo Stevens dalam bukunya "Tarekat Mason Bebas Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962", menulis, sebelum 1756, anggota Freemasonry dari Belanda sudah banyak yang menetap di Indonesia (Hindia Belanda). Namun saat itu secara kelembagaan, Freemasonry belum terbentuk. Baru setelah anggota Freemasonry dari Inggris masuk, lembaganya mulai berdiri.



Simbol Freemason di Taman Prasasti.
Bukti kedatangan Freemasonry bersama VOC ini, menurut pengamat sejarah kemasonan Sam Ardi bisa dilihat dari nisan serdadu VOC yang ada di Museum Taman Prasasti, Jakarta Pusat. Di salah satu nisan di museum itu terdapat logo Freemasonry berupa jangka dan penggaris siku. Logo serupa juga ada di salah satu kuburan di Makam Pandu, Kota Bandung, Jawa Barat. 

“Saat itu (jaman VOC), belum ada loji. Mereka adalah individu yang tidak terikat,” kata Sam kepada CNN Indonesia.

Kelembagaan terbentuk setelah didirikannya loji pertama yang bernama La Choisie di Batavia tahun 1762 (literatur masonik menyebut 1764). Yang memprakarsai adalah Jacobus Cornelis Mattheus Radermacher. Ia adalah anak dari suhu agung pertama Freemasonry Belanda, Joan Cornelis Radermacher.

Dalam buku Stevens ditulis, Loji La Choisie membawahi wilayah Jawa, Sumatra, Malaka, Makassar, Ternate, Ambon, dan Banda. Pendirian loji ini disebut sebagai tindakan yang berani karena saat itu perkumpulan Freemasonry dimusuhi negara karena pengaruh para rohaniawan saat itu.

La Choisie tak berumur panjang. Steven menulis, loji ini hanya ada sampai pada tahun 1766. Tidak diketahui pasti lenyapnya loji ini. Hanya ada dugaan bahwa loji tak berumur panjang karena larangan dari pemerintah saat itu. Apalagi belum lama terbentuk, Radermacher sebagai tokoh sentral, mengambil cuti dan pulang ke Belanda.

Ketidakhadiran Radermacher ini dinilai jadi salah satu penyebab loji Freemasonry pertama ini tak berusia lama.

Selang satu tahun setelah loji itu tutup, tahun 1767 muncul loji baru di Batavia yakni La Fidele Sincerite. Sementara pada tahun 1769 kembali muncul loji La Vertueuse.

Tahun 1967, saat Le Fidele Sincerite terbentuk, dianggap sebagai awal kehadiran Freemasonry Hindia Belanda. Pada tahun ini pula Freemasonry di daerah jajahan Belanda ini mulai terorganisir.

Sebagai pemimpin tertinggi ditunjuk Nicolaas Engelhard sebagai Suhu Agung Provinsial. Ia adalah Direktur dan Gubernur Pesisir Timur Laut Jawa Pemerintah Hindia Belanda.

Tahun 1773, loji Le Sincerite dipindahkan ke sebuah gedung di Jalan Amanusgracht (kini Jalan Kopi di kawasan Bandengan Utara) diizinkan untuk dipakai sebagai tempat pemujaan sampai tahun 1815.

Tahun 1815, loji dipindahkan. Loji Le Sincerite kemudian menggunakan sebuah bangunan di Jalan Poskota, kawasan Kota Tua yang dulu bernama Jalan Tijgersgracht.

Sementara loji Vertueuse berdiri 1769. Tempat pemujaan awalnya berpindah-pindah dari rumah anggota yang satu ke rumah anggota yang lain. Kemudian pada tahun 1780, seorang anggotanya, Daniel Kreysman menyediakan rumahnya di Jalan Molenvliet (kini jalan Gajah Mada/Hayam wuruk) untuk dipakai menjadi loji.

Dari loji di tempat ini, Vertueuse kemudian menempati loji besar di Jalan Budi Oetomo yang kini menjadi Gedung Kimia Farma.

Februari 1830, loji baru untuk Vertueuse dibangun di Jalan Budi Utomo di atas tanah hibah. Bangunan loji sampai sekarang masih ada yakni gedung Kimia Farma.




Gedung Kimia Farma, di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 20 Juni 2015. 



Tahun 1837 merupakan tahun penting bagi dua loji yang ada di Batavia. Le Sincerite dan Vertueuse sepakat untuk dilebur jadi satu loji besar yang diber nama De Ster in het Oosten (Bintang Timur).


Loji Bintang Timur ini bangunannya masih berdiri sampai sekarang yakni gedung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Jalan Taman Suropati Nomor 2, Menteng, Jakarta Pusat.

Bukti Keberaadaan Freemasonry

Keberadaan perkumpulan Freemason di Jakarta tempo dulu bisa dilihat dari dua bangunan loji yang masih berdiri hingga kini. Loji merupakan bangunan yang jadi pusat kegiatan tarekat rahasia ini.

Dua bangunan loji tersebut adalah Gedung Kimia Farma di Jalan Budi Utomo, dan Gedung BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) di Menteng. 

Jalan Budi Utomo dulu namanya adalah Jalan Vrijmetselaars. Vrijmetselaarij merupakan istilah Freemason dalam bahasa belanda. Sama seperti loji-loji Freemason lain, gedung tersebut oleh masyarakat sekitar juga disebut sebagai rumah setan. Penyebabnya adalah aktivitas anggota Freemason yang dinilai sebagai perkumpulan gelap di gedung tersebut.

Sejarawan Betawi Alwi Shahab menyatakan, masyarakat sekitar begitu takut pada bangunan loji tersebut. Mereka bahkan harus sampai berbisik-bisik juga menyebut rumah setan tersebut.

“Dahulu, di sebelah ‘rumah setan’ terdapat perumahan para perwira dan petinggi Belanda,” kata Alwi dalam tulisannya “Jaringan Zionis di Rumah Setan” dalam laman https://alwishahab.wordpress.com.


Kini setelah jadi kantor sebuah perusahaan farmasi, beberapa simbol dan ornamen yang dinilai menggambarkan perkumpulan gelap itu dihilangkan. Tapi arsitektur bangunan yang mencirikan sisa bangunan kolonial masih tampak yakni dengan keberadaan empat pilar besar di bagian depan.

Dalam buku "Tarekat Mason Bebas Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962", Theo Setevens menulis, gedung Kimia Farma dulunya adalah rumah pemujaan yang dipakai Loji La Vertueuse.

Loji dibangun di atas tanah hibah pemerintah Hindia Belanda pada 15 Februari 1830. Gedung loji seluas 20x27 meter dirancang oleh insinyur Belanda J Tromp yang juga Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Gedung-gedung Negeri.

Bangunan terdiri dari tiga ruangan besar dan enam kamar. Salah satu ruangan difungsikan jadi ruangan singgasana dengan atap yang menjulang. Saat itu dibutuhkan biaya 12 ribu gulden untuk membangunnya.

Gedung ini selanjutnya dipakai untuk dua loji, La Vertueuse dan Le Fidele Sincerite saat keduanya dileburkan. Kedua loji pada tahun 1937 disatukan menjadi Loji Ster in het Oosten atau Bintang Timur. Gedung Kimia Farma digunakan sebagai loji hingga tahun 1934

“Rumah setan” lain bekas loji Freemason di Jakarta adalah Gedung Bappenas di Jalan Taman Surapati, Menteng. Dulunya gedung ini bernama Adhuc Stat.


Loji Adhuc Stat yang kini menjadi Gedung Bappenas

Adhuc Stat dipakai mulai tahun 1934 saat Loji Bintang Timur memindahkan tempat pemujaannya. Gedung ini dirancang oleh NE Burkoven Jaspers. Lokasinya persis di depan Taman Surapati, Menteng.

Sempat non aktif saat Jepang tiba, loji ini kembali aktif setelah Indonesia merdeka. Jepang memang melarang keberadaan Freemason. Para anggotanya diburu dan ditangkapi. Mereka yang jadi pengurus loji bahkan dicap sebagai buruan utama.

Setelah Jepang pergi, pada awal kemerdekaan, Loji Bintang Timur berganti nama menjadi Purwa Daksina. Pergantian nama dilakukan karena sentimen anti Belanda menguat pada awal kemerdekaan.

Selain Purwa Daksina, tiga loji lainnya juga dihidupkan kembali yakni Loji Bhakti (Semarang), Loji Dharma (Bandung) dan Loji Pamitran (Surabaya). Empat loji besar ini membentuk Timur Agung Indonesia dengan suhu agung Soemitro Kolopaking.

Selain Kimia Farma dan Bappenas, Freemason di Batavia juga pernah menggunakan beberapa tempat sebagai gedung pemujaan. Loji La Fidele Sincerite misalnya yang awalnya menggunakan sebuah losmen di kawasan Tambora, Jakarta Barat.



Referensi :


- www.cnnindonesia.com/jejak-awal-perkumpulan-gelap-freemasonry-di-batavia/
- www.cnnindonesia.com/napak-tilas-loji-freemasonry-di-batavia/
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Blogger Tips and TricksLatest Tips And TricksBlogger Tricks