"Film kartun yang disiarkan stasiun televisi swasta di Indonesia itu harus diwaspadai. Sebab dapat membahayakan perkembangan mental dan interaksi sosial anak," kata Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulsel Aswar Hasan, di Makassar, Jumat (21/11). [1]
“Kartun produk luar negeri tersebut”, lanjutnya, “lebih banyak menampilkan kekerasan, bahasa yang kasar, dan lebih bersifat merendahkan orang lain.”
Itulah media massa mereka (Yahudi). Apakah akan kita biarkan saja? Kalau kita biarkan, maka akan terjadi proses Yahudisasi di rumah-rumah kita.
Berdasarkan hasil survei KPI, sambung dia, diketahui 70 persen tayangan televisi swasta lebih banyak menampilkan unsur hiburan daripada unsur pendidikan. Padahal fungsi dan peran media massa setidaknya harus menyeimbangkan fungsi hiburan, pendidikan, informasi, dan kontrol sosial.
Hal senada dikemukakan aktivis LBH-Apik Sulsel Lusi Palulungan, yang memfokuskan diri pada upaya perlindungan anak dan perempuan.
Menurutnya, saat ini para orang tua harus mewaspadai film-film kartun asal Jepang yang materinya lebih banyak memaparkan kekerasan fisik, kekuatan mistik atau gaib, serta menggambarkan nilai moral yang tidak masuk akal.
"Secara umum tayangan televisi tanpa disadari dapat mempengaruhi perkembangan mental, kecerdasan dan kemampuan berpikir anak. Hal itu disebabkan karena adanya rangsangan imajinasi melalui stimulus bunyi dan gambar secara terus-menerus. Kondisi itu menyebabkan kemampuan konsentrasi anak menjadi pendek," katanya.
Selain itu, lanjut dia, dampak negatif tayangan televisi juga menyebabkan berkurangnya aktivitas dan sosialisasi anak. Akibatnya, anak cenderung hanya duduk pasif menonton televisi daripada bermain dengan sesamanya. Keterampilan emosi dan sosial anak pun menjadi tidak terasah dengan baik.
Hal senada dikemukakan aktivis LBH-Apik Sulsel Lusi Palulungan, yang memfokuskan diri pada upaya perlindungan anak dan perempuan.
Menurutnya, saat ini para orang tua harus mewaspadai film-film kartun asal Jepang yang materinya lebih banyak memaparkan kekerasan fisik, kekuatan mistik atau gaib, serta menggambarkan nilai moral yang tidak masuk akal.
"Secara umum tayangan televisi tanpa disadari dapat mempengaruhi perkembangan mental, kecerdasan dan kemampuan berpikir anak. Hal itu disebabkan karena adanya rangsangan imajinasi melalui stimulus bunyi dan gambar secara terus-menerus. Kondisi itu menyebabkan kemampuan konsentrasi anak menjadi pendek," katanya.
Selain itu, lanjut dia, dampak negatif tayangan televisi juga menyebabkan berkurangnya aktivitas dan sosialisasi anak. Akibatnya, anak cenderung hanya duduk pasif menonton televisi daripada bermain dengan sesamanya. Keterampilan emosi dan sosial anak pun menjadi tidak terasah dengan baik.
Itulah pengamatan, yang merupakan bagian dari hasil penelitian para pemerhati / peneliti media massa yang disampaikan kepada kita. Artinya, mereka yang menguasai bidangnya saja telah merasakan bahayanya. Karena itu, kita sebagai generasi muda terlebih lagi pada orang tua yang bilamana anak-anaknya menonton tayangan yang dinilai membahayakan perkembangan anak harus selalu didampinginya dan Orang tua pun harus bersikap tegas memberikan batasan waktu menonton, paling lama dua jam sehari. (mss/a7)
Ref [1] dan sumber : www.inilah.com