Tugu Yogyakarta yang merupakan sebuah bangunan monumen
bersejarah ini terletak tepat di tengah perempatan antara Jl. Pangeran Mangkubumi, Jl. Jenderal Soedirman, Jl. A.M. Sangaji dan Jl. Diponegoro. Selain sebagai simbol dari kota Yogyakarta, tugu ini pun mempunyai satu
poros imajiner antara Laut Selatan, Kraton Yogyakarta dan Gunung
Merapi.
Menurut sejarah Tugu Yogyakarta dibangun tahun 1755 bersamaan denga dibangunnya Keraton Yogyakarata oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I. Pada awalnya, tugu ini berbentuk Golong-Gilig, dimana tiang dari tugu ini berbentuk
Gilig (silinder) dan puncaknya berbentuk Golong (bulat) dan
mempunyai tinggi mencapai 22 meter (red. sekarang tingginya 15 meter), sehingga pada
masa itu tugu ini disebut dengan nama Tugu Golong Gilig.
Makna filosofis Tugu Golong Gilig ini adalah Manunggaling Kawulo lan Gusti sebagai pengingat bersatunya Rakyat dengan Rajanya untuk melawan penjajahan, sesuai dengan pesan Sultan Hamengkubowono I kepada seluruh keturunan raja, abdi dalem dan rakyat. Namun di sisi lain juga bisa bermakna sebagai hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta.
Makna filosofis Tugu Golong Gilig ini adalah Manunggaling Kawulo lan Gusti sebagai pengingat bersatunya Rakyat dengan Rajanya untuk melawan penjajahan, sesuai dengan pesan Sultan Hamengkubowono I kepada seluruh keturunan raja, abdi dalem dan rakyat. Namun di sisi lain juga bisa bermakna sebagai hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta.
Keberadaan Tugu ini pun pada waktu itu sebagai patokan arah ketika Sri
Sultan Hamengku Buwono I melakukan meditasi, yang
menghadap puncak gunung Merapi.
Lukisan Pensil Golong-Gilig (Sejarah Tugu Jogja Pertama) Tahun 1846.
Sumber KRT. H. Djatiningrat S.H
Pada tanggal 10 Juni 1867 (era Sultan Hamengku Bowono VI), kondisi Tugu Golong Gilig berubah total, yang mana pada pukul ± 05.00 WIB terjadi bencana alam gempa bumi besar yang mengguncang Yogyakarta dengan guncangan ± 8 SR dan bangunan Tugu pun runtuh.
22 tahun pasca keruntuhannya atau tepatnya pada tahun 1889, keadaan Tugu benar-benar berubah, saat pemerintah
Belanda merenovasi seluruh bangunan tersebut. Desainnya pun kemudian
dirubah total oleh Belanda yaitu Tugu dibuat dengan
bentuk persegi dengan tiap sisi dihiasi semacam prasasti yang
menunjukkan siapa saja yang terlibat dalam renovasi itu. Bagian puncak
tugu tak lagi bulat, tetapi berbentuk kerucut yang runcing. Tidak hanya itu saja, tinggi bangunan yang awalnya
mencapai 22 meter pun dibuat hanya setinggi 15 meter
Tugu ini kemudian diresmikan pada tanggal 3 Oktober 1889 oleh Sri Sultan Hamengkubowono VII. Tugu buatan Belanda ini kemudian diberi nama De witte pall te Djocja atau Tugu Putih Jogja
Perombakan bangunan Tugu saat itu sebenarnya merupakan taktik Belanda untuk mengikis makna filosofis persatuan antara Rakyat dan Raja, namun melihat perjuangan rakyat dan raja di Yogyakarta yang berlangsung sesudahnya, akhirnya upaya tersebut tidak berhasil.
Tugu ini kemudian diresmikan pada tanggal 3 Oktober 1889 oleh Sri Sultan Hamengkubowono VII. Tugu buatan Belanda ini kemudian diberi nama De witte pall te Djocja atau Tugu Putih Jogja
Perombakan bangunan Tugu saat itu sebenarnya merupakan taktik Belanda untuk mengikis makna filosofis persatuan antara Rakyat dan Raja, namun melihat perjuangan rakyat dan raja di Yogyakarta yang berlangsung sesudahnya, akhirnya upaya tersebut tidak berhasil.
Tugu Yogyakarta di sekitar tahun 1920
Berikut beberapa ornamen dari Tugu Yogya beserta makna aslinya :
Air terlihat lemah, namun Tetesan air mampu menghancurkan batu.
2. Wajikan (Makanan dari beras ketan yang dicampur gula kelapa) : yang menggambarkan kesederhanaan masyarakat.
3. Deretan titik : sebagai lambang kesinambungan suatu perjalanan menuju kebenaran yang tidak pernah berhenti.
4. Sudut runcing : titik kesempurnaan mutlak kepada Tuhan sebagai puncak tujuan manusia.
5. Hexagram : diartikan sebagai arah menuju penerangan, yaitu menuju kepada Tuhan pusat cahaya dari dunia dan Kehidupan manusia.
6. Panah vertikal dipadu dengan daun loto : Gambaran ketajaman perasaan manusia untuk mengetahui mana yang halal dan mana yang haram.
7. Prisma Segi delapan : dimaknai sebagai Hastha Brata. Ajaran 8 watak atau sifat untuk menuju kesempurnaan.
8. Untiran kemuncak : lambang pikiran menuju Nirwana. Dalam bahasa Sansekerta disebut sebagai Triguna, yaitu Sattvam, Rajas, dan Tamas
Misteri Hexagram
Disinilah letak misteri itu, coba perhatikan Hexagram dan plengkung pada saat posisinya dibalik disandingkan dengan simbol Menorah dan Bintang David.
Dalam masyarakat Jawa, Lambang Bintang disebut juga dengan Kartika atau Sudama (Keesaan Tuhan) dan divisualisasikan dengan Bintang Segi Lima (Pentagram) bukan Bintang segi enam (Hexagram) seperti yang terdapat pada ornamen Tugu tersebut, contohnya adalah Bintang Segi Lima pada lambang Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki makna Ketuhanan Yang Maha Esa.
Mungkinkah simbol hexagram ini adalah "titipan" seseorang pada desainer ornamen Tugu ?!
Wallohu a'lam
Referensi :
- http://jogjaistimewa.weebly.com/sejarah-tugu-jogja.html
- http://www.sewamobiljogja.info/sejarah-tugu-yogyakarta
- https://id.wikipedia.org/collectie-tropenmuseum
- https://jogjauncover.blogspot.co.id/2015/11/misteri-hexagram-di-tugu-kota-jogja-dan.html